Peluang Akumulasi BBRI? Mengupas Laba 9M25, Kekuatan Modal dan Menuju Rebound 2026

kantor pusat bank bri
Bank BRI / Dokumentasi Kuhuni.com

Rangkuman

Aspek Ringkasan Analisis BBRI (9M25) Status/Implikasi
Laba Bersih Turun 9,1% menjadi Rp 41,23 Triliun. Jangka Pendek Tertekan (Keputusan Manajemen)
Penyebab Laba Turun Kenaikan Beban CKPN (Pencadangan) dan Beban Bunga (CoF). Neraca "Dibersihkan" (Persiapan 2026)
NPL Gross Sedikit memburuk menjadi 3,08%. Kualitas Aset Diawasi (Fokus Segmen Mikro)
NPL Net Sangat sehat di 0,97%. Cadangan Sangat Memadai (Bantalan Tebal)
Permodalan CAR sangat kuat: 23,01%. Modal Super Tebal (Aman & Potensi Dividen Tinggi)
Likuiditas LDR 93,5%. Didukung peningkatan DPK Giro/CASA. Likuiditas Ketat, Struktur Dana Membaik
Holding UMi Pegadaian (aset melonjak) & PNM jadi mesin pertumbuhan. Diversifikasi Kuat
Proyeksi 2026 Pemulihan (Turnaround). Laba diproyeksikan rebound. Prospek Jangka Panjang Cerah (CKPN turun, CoF turun)
Rekomendasi Peluang Akumulasi Jangka Panjang (Dividen yield tinggi meski laba turun). Peluang Investasi


Laporan Analisis Mendalam Laporan Keungan Bank BRI (BBRI)

Periode Analisis: 9 Bulan Berakhir 30 September 2025 (9M25)

Status Dokumen: Audited/Limited Review (Interim) berdasarkan laporan keungan Bank BRI.


Daftar Isi

  1. RINGKASAN EKSEKUTIF (EXECUTIVE SUMMARY)
  2. ANALISIS MAKROEKONOMI DAN LINGKUNGAN BISNIS
  3. ANALISIS POSISI KEUANGAN (BALANCE SHEET)
    1. Aset: Pertumbuhan Didorong oleh Kredit
    2. Liabilitas: Pergeseran Struktur Dana
    3. Ekuitas: Fondasi Modal yang Kokoh
  4. ANALISIS PROFITABILITAS (INCOME STATEMENT)
    1. Pendapatan Bunga dan Syariah
    2. Pendapatan Non-Bunga (Fee Based Income)
    3. Beban Operasional dan Pencadangan (CKPN)
    4. Hasil Akhir: Laba Bersih
  5. ANALISIS KUALITAS ASET (ASSET QUALITY)
    1. Non-Performing Loan (NPL)
    2. Loan at Risk (LaR) dan Restrukturisasi
    3. Hapus Buku (Write-Off)
  6. ANALISIS PERMODALAN DAN LIKUIDITAS
    1. Permodalan (Solvabilitas)
    2. Likuiditas
  7. ANALISIS SEGMEN DAN ENTITAS ANAK
    1. Segmen Mikro (Core Business)
    2. Holding Ultra Mikro (UMi)
    3. PT Bank Raya Indonesia (Digital Bank)
  8. MANAJEMEN RISIKO
  9. PROYEKSI KINERJA KEUANGAN (2025-2026)
    1. Proyeksi Akhir Tahun 2025 (Full Year 2025)
    2. Proyeksi Tahun 2026
  10. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. RINGKASAN EKSEKUTIF (EXECUTIVE SUMMARY)

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (IDX: BBRI) menutup periode sembilan bulan pertama tahun 2025 dengan kinerja yang menunjukkan ketahanan di tengah tantangan likuiditas ketat dan tekanan kualitas aset pada segmen mikro. Meskipun mencatatkan pertumbuhan pada sisi aset dan pendapatan bunga, BRI mengalami tekanan pada bottom line (laba bersih) akibat kenaikan biaya dana (Cost of Funds) dan pembentukan pencadangan (provisioning) yang masih tinggi untuk menjaga kualitas aset.

Poin Penting Kinerja 9M25:

  • Total Aset menembus angka Rp 2.123,4 Triliun, tumbuh signifikan dibandingkan posisi akhir 2024 sebesar Rp 1.992,9 Triliun.
  • Penyaluran Kredit (Gross) tumbuh menjadi Rp 1.379,6 Triliun, didominasi oleh segmen Mikro dan Ultra Mikro.
  • Laba Bersih Konsolidasian tercatat sebesar Rp 41,23 Triliun, mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (9M24) yang mencapai Rp 45,36 Triliun.
  • Kualitas Aset (NPL Gross) mengalami sedikit pemburukan menjadi 3,08% dibandingkan 2,78% pada akhir 2024, yang direspons manajemen dengan pencadangan yang agresif.
  • Permodalan (CAR) tetap sangat kuat di level 23,01%, memberikan ruang yang luas untuk menyerap risiko dan membagikan dividen.

Analisis ini menyimpulkan bahwa tahun 2025 merupakan "Tahun Konsolidasi dan Pembersihan" bagi BRI. Bank secara proaktif melakukan write-off (hapus buku) aset bermasalah warisan pandemi dan ekspansi agresif sebelumnya, yang menekan laba jangka pendek namun memperkuat fondasi untuk pertumbuhan tahun 2026.

2. ANALISIS MAKROEKONOMI DAN LINGKUNGAN BISNIS

Kinerja BRI pada tahun 2025 tidak lepas dari kondisi makroekonomi domestik dan global.

  • Suku Bunga Tinggi: Sepanjang 9M25, lingkungan suku bunga masih relatif tinggi ("Higher for Longer"). Hal ini tercermin dari kenaikan beban bunga BRI sebesar 2,25% secara Year-on-Year (YoY) menjadi Rp 43,16 Triliun. Tekanan ini memaksa bank melakukan repricing pada sisi simpanan, yang menekan Net Interest Margin (NIM).
  • Daya Beli Segmen Mikro: Segmen UMKM, yang menjadi tulang punggung BRI, menghadapi tantangan pemulihan pasca-pandemi yang tidak merata. Inflasi bahan pangan dan energi menekan kemampuan bayar debitur mikro, yang tercermin dari kenaikan NPL pada segmen ini.
  • Likuiditas Perbankan: Persaingan likuiditas antarbank cukup ketat, terlihat dari strategi BRI yang menaikkan porsi Dana Pihak Ketiga (DPK) deposito berjangka untuk mengamankan pendanaan jangka panjang.

3. ANALISIS POSISI KEUANGAN (BALANCE SHEET)

3.1. Aset: Pertumbuhan Didorong oleh Kredit

Total aset BRI tumbuh 6,5% Year-to-Date (YtD) menjadi Rp 2.123,4 Triliun per September 2025 dari Rp 1.992,9 Triliun di akhir 2024.

  • Kredit yang Diberikan: Posisi kredit bruto mencapai Rp 1.379,6 Triliun, naik dari Rp 1.298,3 Triliun. Ini menunjukkan fungsi intermediasi BRI berjalan sangat baik.
  • Efek-efek (Surat Berharga): Portofolio efek meningkat signifikan menjadi Rp 378,6 Triliun dari Rp 326,5 Triliun. Ini mengindikasikan strategi BRI dalam memarkir likuiditas pada instrumen yield tinggi (seperti Obligasi Pemerintah) sebagai penyangga likuiditas sekunder sekaligus sumber pendapatan bunga.
  • Kas dan Penempatan: Kas tunai turun menjadi Rp 24,19 Triliun dari Rp 29,78 Triliun. Penurunan ini wajar seiring optimalisasi dana menganggur (idle money) ke dalam penyaluran kredit dan surat berharga.

3.2. Liabilitas: Pergeseran Struktur Dana

Total liabilitas meningkat menjadi Rp 1.785,5 Triliun dari Rp 1.669,8 Triliun.

  • Simpanan Nasabah (DPK): Total DPK tumbuh menjadi Rp 1.474,7 Triliun.
    • Giro: Naik signifikan menjadi Rp 435,07 Triliun (vs Rp 374,55 Triliun). Ini adalah prestasi besar karena Giro adalah dana murah (Current Account) yang menurunkan biaya dana.
    • Tabungan: Tumbuh moderat menjadi Rp 562,55 Triliun (vs Rp 544,42 Triliun).
    • Deposito Berjangka: Naik menjadi Rp 477,16 Triliun (vs Rp 446,46 Triliun). Kenaikan deposito menunjukkan bank membutuhkan pendanaan stabil (namun mahal) untuk membiayai ekspansi kredit jangka panjang.
  • Pinjaman yang Diterima: Turun menjadi Rp 111,13 Triliun dari Rp 127,87 Triliun. BRI mengurangi ketergantungan pada wholesale funding yang cenderung fluktuatif.

3.3. Ekuitas: Fondasi Modal yang Kokoh

Total ekuitas tumbuh menjadi Rp 337,89 Triliun dari Rp 323,18 Triliun. Peningkatan ini didorong oleh saldo laba yang ditahan (Retained Earnings) yang naik menjadi Rp 227,89 Triliun. Kekuatan modal ini sangat krusial bagi BRI untuk menyerap risiko pemburukan aset tanpa mengganggu operasional.

4. ANALISIS PROFITABILITAS (INCOME STATEMENT)

Laporan laba rugi 9M25 menunjukkan adanya tekanan profitabilitas dibandingkan tahun sebelumnya.

4.1. Pendapatan Bunga dan Syariah

  • Total Pendapatan Bunga & Syariah: Mencapai Rp 155,16 Triliun, naik 3% YoY dari Rp 150,63 Triliun. Pertumbuhan ini didorong oleh ekspansi volume kredit.
  • Beban Bunga & Syariah: Naik menjadi Rp 44,16 Triliun dari Rp 42,77 Triliun.
  • Pendapatan Bunga Bersih (NII): Tercatat sebesar Rp 110,99 Triliun, naik tipis dari Rp 107,86 Triliun. Kenaikan tipis ini menunjukkan Yield on Loan BRI masih mampu mengimbangi kenaikan Cost of Funds, meskipun margin (NIM) mengalami tekanan.

4.2. Pendapatan Non-Bunga (Fee Based Income)

Salah satu pilar kekuatan BRI di 2025 adalah diversifikasi pendapatan.

  • Penjualan Emas: Pendapatan dari penjualan emas melonjak drastis menjadi Rp 41,30 Triliun dari Rp 11,58 Triliun. Ini adalah kontribusi dari entitas anak, Pegadaian. Namun, perlu dicatat bahwa beban pokok penjualan emas juga naik seiring volume, sehingga margin bersihnya adalah Rp 1,25 Triliun.
  • Pendapatan Premi: Turun drastis menjadi Rp 34 Miliar dari Rp 6,17 Triliun. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penerapan standar akuntansi baru (PSAK 117) yang mengubah cara pengakuan pendapatan asuransi, dimana kini dicatat sebagai "Pendapatan Jasa Asuransi" sebesar Rp 6,82 Triliun.
  • Recovery Income: Penerimaan kembali aset yang dihapusbukukan mencapai Rp 15,25 Triliun. Ini angka yang masif, menunjukkan keberhasilan divisi collection BRI dalam menagih kredit macet yang sudah dihapus buku.

4.3. Beban Operasional dan Pencadangan (CKPN)

Ini adalah faktor utama penekan laba bersih.

  • Beban Penyisihan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN): Naik menjadi Rp 33,81 Triliun dari Rp 32,45 Triliun. Kenaikan ini menunjukkan BRI masih dalam mode "bersih-bersih" neraca, membentuk bantalan tebal untuk mengantisipasi gagal bayar, terutama di segmen mikro.
  • Beban Tenaga Kerja: Naik menjadi Rp 32,66 Triliun dari Rp 30,90 Triliun. Kenaikan ini sejalan dengan inflasi gaji dan insentif berbasis kinerja.

4.4. Hasil Akhir: Laba Bersih

Laba Sebelum Pajak turun menjadi Rp 52,86 Triliun dari Rp 57,98 Triliun. Setelah dikurangi beban pajak, Laba Bersih Tahun Berjalan tercatat Rp 41,23 Triliun, turun 9,1% YoY dari Rp 45,36 Triliun.

  • Laba yang Diatribusikan ke Pemilik Entitas Induk: Sebesar Rp 40,77 Triliun.
  • Earning Per Share (EPS): Turun menjadi Rp 271 per lembar saham dari Rp 299.

5. ANALISIS KUALITAS ASET (ASSET QUALITY)

Kualitas aset menjadi sorotan utama dalam laporan keuangan ini.

5.1. Non-Performing Loan (NPL)

  • NPL Gross: Meningkat menjadi 3,08% pada Sep 2025 dibandingkan 2,78% pada Des 2024. Peningkatan 30 basis poin (bps) ini cukup signifikan bagi bank seukuran BRI.
  • NPL Net: Terjaga di level 0,97%, naik dari 0,70%. Level di bawah 1% menunjukkan bahwa meskipun kredit bermasalah naik, bank telah membentuk cadangan yang sangat memadai (CKPN) untuk menutup risiko tersebut.
  • Analisis Sektoral NPL:
    • Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran menyumbang NPL terbesar secara nominal, yaitu Rp 21,34 Triliun.
    • Sektor Pertanian, basis utama nasabah Kupedes, menyumbang NPL sebesar Rp 9,71 Triliun.

5.2. Loan at Risk (LaR) dan Restrukturisasi

  • Kredit Restrukturisasi: Tercatat sebesar Rp 86,09 Triliun. Angka ini terus menurun seiring dengan berakhirnya relaksasi Covid-19, namun masih menjadi beban yang harus diawasi (watchlist).
  • Kredit Dalam Perhatian Khusus (Kol 2): Sebesar Rp 74,15 Triliun. Ini adalah indikator awal (early warning) potensi NPL baru. Besarnya angka ini menuntut BRI untuk intensif dalam penagihan dan pembinaan debitur.

5.3. Hapus Buku (Write-Off)

BRI sangat agresif melakukan hapus buku. Total penghapusbukuan aset keuangan pada periode ini mencapai Rp 31,80 Triliun. Ini adalah strategi bank untuk membersihkan neraca dari kredit macet yang sudah tidak bisa diselamatkan, agar NPL tetap terjaga di level wajar. Tingginya write-off ini adalah alasan utama mengapa biaya CKPN tetap tinggi.

6. ANALISIS PERMODALAN DAN LIKUIDITAS

6.1. Permodalan (Solvabilitas)

  • Capital Adequacy Ratio (CAR): BRI mencatatkan CAR sebesar 23,01%. Angka ini jauh di atas ketentuan minimum regulator (9-10%) dan standar industri.
  • Analisis: Modal yang sangat tebal ini adalah "bantalan pengaman" utama BRI. Ini memungkinkan BRI untuk:
    • Menyerap kerugian akibat pemburukan kualitas kredit tanpa mengganggu kelangsungan usaha.
    • Membagikan dividen dengan Payout Ratio tinggi (biasanya di atas 80%) kepada pemegang saham.
    • Melakukan ekspansi kredit jika permintaan pulih.

6.2. Likuiditas

  • Loan to Deposit Ratio (LDR): Dengan total kredit Rp 1.379,6 T dan DPK Rp 1.474,7 T, LDR BRI berada di kisaran 93,5%.
  • Analisis: LDR di atas 92% menunjukkan kondisi likuiditas yang cukup ketat (tight). BRI mengoptimalkan setiap Rupiah dana yang dihimpun untuk disalurkan menjadi kredit. Namun, ini juga berarti BRI harus menjaga DPK agar tidak terjadi liquidity mismatch.
  • Giro Wajib Minimum (GWM): BRI memenuhi GWM Primer Rupiah sebesar 8,43%, di atas batas minimum 4,00%.

7. ANALISIS SEGMEN DAN ENTITAS ANAK

BRI bukan lagi sekadar bank, tapi konglomerasi keuangan (financial holding) yang terdiversifikasi.

7.1. Segmen Mikro (Core Business)

  • Penyaluran Kredit: Segmen Mikro menyalurkan kredit sebesar Rp 575,91 Triliun, tumbuh tipis dari Rp 575,54 Triliun di akhir 2024.
  • Profitabilitas: Segmen ini menyumbang laba bersih Rp 14,04 Triliun.
  • Isu: Pertumbuhan yang stagnan di segmen mikro menunjukkan BRI sedang "menginjak rem" untuk memperbaiki kualitas kredit sebelum kembali "menginjak gas".

7.2. Holding Ultra Mikro (UMi)

  • PT Pegadaian:
    • Total Aset: Rp 128,85 Triliun, naik signifikan dari Rp 102,17 Triliun.
    • Kinerja: Pegadaian menjadi bintang pertumbuhan dengan kenaikan aset dan pendapatan emas yang masif. Bisnis gadai dan non-gadai tumbuh subur di tengah kebutuhan dana cepat masyarakat.
  • PT Permodalan Nasional Madani (PNM):
    • Total Aset: Rp 55,73 Triliun, stabil dibanding Rp 55,34 Triliun.
    • Peran: PNM Mekaar terus menjadi feeder bagi BRI untuk menaikkan kelas nasabah dari unbankable menjadi bankable.

7.3. PT Bank Raya Indonesia (Digital Bank)

  • Aset tumbuh menjadi Rp 13,63 Triliun. Bank Raya terus bertransformasi menjadi bank digital yang melayani gig economy, meskipun kontribusinya terhadap total aset konsolidasian masih kecil (0,64%).

8. MANAJEMEN RISIKO

BRI menerapkan manajemen risiko yang ketat, terutama menghadapi ketidakpastian ekonomi 2025.

  • Risiko Pasar: BRI menggunakan metode Value-at-Risk (VaR) untuk mengukur potensi kerugian. Rata-rata VaR harian untuk suku bunga adalah Rp 139 Miliar. Ini menunjukkan eksposur risiko pasar BRI relatif terukur.
  • Risiko Operasional: BRI menerapkan Fraud Detection System dan Zero Tolerance terhadap fraud. Ini krusial mengingat luasnya jaringan BRI hingga ke pelosok desa yang rentan terhadap risiko operasional manusia.
  • Pilar Dua Pajak Global: BRI telah bersiap menghadapi penerapan Pajak Minimum Global (Pilar Dua) yang berlaku mulai 1 Januari 2025, meskipun dampaknya saat ini belum dapat diestimasi secara penuh.

9. PROYEKSI KINERJA KEUANGAN (2025-2026)

Berdasarkan analisis data 9M25, berikut adalah proyeksi kinerja BRI:

9.1. Proyeksi Akhir Tahun 2025 (Full Year 2025)

Tahun 2025 diperkirakan akan ditutup dengan penurunan laba dibandingkan 2024 (Full Year 2024 Laba Bersih Rp 60,64 T).

  • Faktor Pendorong:
    • Penyaluran kredit akan digenjot di Q4 (secara musiman), menembus Rp 1.400 Triliun.
    • Pendapatan recovery akan tetap kuat.
  • Faktor Penahan:
    • Biaya CKPN akan tetap tinggi di Q4 untuk membersihkan buku menghadapi 2026.
    • Biaya dana (CoF) belum akan turun signifikan di sisa tahun.
  • Proyeksi Angka:
    • Laba Bersih FY2025: Diperkirakan pada kisaran Rp 53 Triliun - Rp 56 Triliun. (Asumsi: Laba Q4 sekitar Rp 12-14 Triliun).
    • NPL Gross: Diproyeksikan bertahan di kisaran 3,0% - 3,1%.

9.2. Proyeksi Tahun 2026

Tahun 2026 diproyeksikan sebagai tahun Pemulihan (Turnaround).

  • Suku Bunga: Dengan asumsi inflasi terkendali, ada potensi penurunan suku bunga acuan (BI Rate) di 2026. Ini akan menurunkan Cost of Funds BRI secara signifikan.
  • Kualitas Aset: Setelah "bersih-bersih" masif di 2024-2025 melalui write-off dan restrukturisasi, beban CKPN di 2026 seharusnya menurun drastis. Penurunan beban CKPN akan langsung berdampak pada kenaikan laba bersih.
  • Pertumbuhan Kredit: Dengan neraca yang lebih bersih, BRI akan kembali ekspansif di segmen mikro dan ultra mikro dengan yield tinggi.
  • Proyeksi Angka:
    • Laba Bersih FY2026: Berpotensi rebound ke level Rp 60 Triliun - Rp 65 Triliun, tumbuh double digit dari 2025.
    • ROE: Akan kembali meningkat ke level 20%+.

10. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Laporan keuangan interim per 30 September 2025 menunjukkan BRI sedang dalam fase transisi yang menantang namun perlu dilakukan. Penurunan laba bersih (-9,1% YoY) bukan disebabkan oleh hilangnya pangsa pasar atau pendapatan (Top Line masih tumbuh), melainkan karena keputusan manajemen untuk mempertebal pencadangan dan membersihkan aset bermasalah.

Secara fundamental, BRI sangat kuat:

  • Modal Super Tebal (CAR 23%): Jauh di atas kebutuhan, menjamin keamanan dana nasabah dan keberlanjutan dividen.
  • Likuiditas Memadai (LDR 93%): Didukung oleh basis dana murah (Giro) yang tumbuh kuat.
  • Ekosistem Ultra Mikro: Pegadaian dan PNM menjadi mesin pertumbuhan baru yang solid.

Rekomendasi Investasi

  • Jangka Pendek (Trading): Waspada terhadap volatilitas harga saham BBRI akibat sentimen penurunan laba YoY. Pasar mungkin bereaksi negatif terhadap kenaikan NPL.
  • Jangka Panjang (Investing): Ini adalah peluang akumulasi. Valuasi BRI saat ini mungkin terdiskon karena sentimen laba. Namun, dengan proyeksi pemulihan di 2026 dan potensi dividen yield yang tinggi (karena CAR besar memungkinkan rasio pembayaran dividen tinggi meskipun laba turun), BBRI tetap menjadi saham blue chip wajib pegang.
  • Dividen: Dengan asumsi laba Rp 54 T dan Payout Ratio 80%, dividen total untuk tahun buku 2025 diperkirakan sekitar Rp 290 - Rp 300 per lembar. Cek di sini estimasi dividen BBRI per lembar tahun 2026.


Disclaimer: Analisis ini didasarkan pada data publik yang tersedia dalam laporan keuangan interim Bank BRI. Artike ini hanya bersifat edukasi, bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Keputusan investasi baik untuk dan rugi sepenuhnya berada di tangan investor.

0 comments

Posting Komentar

Terbaru

      Konten Pilihan